DAFTAR ISI
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang 2
1.2
Rumusan
Masalah 2
1.3
Tujuan 2
Pembahasan
2.1 Definisi Angkatan Balai Pustaka 4
2.2 Definisi Angkatan Pujangga Baru 4
2.3 Perbedaan Balai Pustaka dan Pujangga Baru 5
2.4 Hasil karya masing-masing angkatan 7
Penutup
3.1 Kesimpulan 11
3.2 Saran
11
Daftar Rujukan 12
A. PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Saat ini sastra Indonesia mulai diabaikan oleh masyarakat
Indonesia sendiri.Pelajaran tentang sastra Indonesia sering diacuhkan dan dianggap
sebelah mata oleh masyarakat muda Indonesia.Padahal, mempelajari sastra itu
merupakan hal yang sangat penting karena selain membahas tentang berbagai macam
karya sastra, sejarah perkembangan sastra dari masa ke masa juga turut dalam pembahasan.
Sastra Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam
karya sastra seperti syair, prosa dan karangan yang diciptakan sastrawan didalam
wilayah Indonesia. Secara luas, sastra Indonesia juga merujuk pada karya sastra
yang bahasanya berdasarkan pada akar bahasa Melayu seperti Singapura dan
Malaysia.
Kesusasteraan Indonesia dibagi dalam
beberapa bagian, yaitu: Pujangga Lama, Sastra Melayu Lama ,
Angkatan Balai Pustaka , Pujangga Baru, Angkatan
'45, Angkatan 50-an, Angkatan 66-70-an, Dasawarsa 80-an dan Angkatan Reformasi.
Dan pada makalah kali ini,saya akan membahas tentang perbedaan sastrawan
Angkatan Balai Pustaka dan sastrawan Angkatan ’45. Balai Pustaka didirikan
pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar).Sedangkan Pujangga Baru muncul
dikarenakan bangsa Indonesia khususnya para pengarang secara diam-diam,
mendirikan organisasi baru yang diberi nama Pujangga Baru. Nama itu diambil
dari nama majalah yang mereka terbitkan pada tanggal 29 Juli 1933.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah definisi Angkatan Balai Pustaka ?
2.Apakah
definisi Pujangga Baru itu?
3.Apakah
perbedaan antara Angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru ?
4.Seperti
apakah hasil karya masing-masing angkatan?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.Untuk
mengetahui definisi Angkatan Balai
Pustaka.
2.Untuk
mengetahui definisi Angkatan Balai Pustaka.
3.Untuk
mengetahui perbedaan antara Angkatan Balai Pustaka dan Angkatan Pujangga Baru.
4.Untuk
mengetahui contoh hasil karya masing-masing angkatan.
B. PEMBAHASAN
2.1 DEFINSI ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Awal mula berkembangnya sastra
Indonesia modern adalah dengan berdirinya Komisi Bacaan Rakyat pada tahun 1908
yang selanjutnya lebih populer dengan sebutan Balai Pustaka. Dengan berdirinya
Balai Pustaka, selanjutnya banyak sastrawan Indonesia yang mempublikasikan
karya mereka lewat media tersebut.Menurut Eneste (1988:10—15) mencatat bahwa
pada mulanya ada tiga belas pengarang yang mempublikasikan karya mereka melalui
Balai Pustaka, yaitu Abdul Muis, Marah Rusli, Nur Sutan Iskandar, Merari
Siregar, Adinegoro, Muhammad Kasim, Suman Hs, Aman Datuk Majoindo, Tulis Sutan
Sati, Muhammad Yamin, Rustam Effendi, Rivai Ali dan Abas Sutan Pamuncak. Ketiga
belas sastrawan tersebut mempublikasikan karya mereka di Balai Pustaka sekitar
tahun 1920-1930 dan dianggap sebagai Angkatan Balai Pustaka yang berupa
penjelmaan dari Komisi Bacaan Rakyat dan juga merupakan angkatan pertama dari
sastra Indonesia modern. Atmazaki, Hasanuddin W.S, Juita dan Emidar (1998:1)
Pada masa tersebut, perubahan yang
diawali dengan berdirinya gerakan nasional Budi Utomo (1908), mengusung
penggunaan sastra Melayu yang lebih beradab dan jauh dari hal-hal cabul yang
marak tertulis di sastra Melayu Rendah.
Walau awalnya sastrawan pada
angkatan ini didominasi oleh orang Sumatra, tapi setelah tercetusnya Sumpah
Pemuda pada 1928 yang menjunjung tinggi Bahasa Indonesia, muncul sastrawan dari
daerah-daerah lain seperti I Gusti Panji Tisna dari Bali dan M.R Dayoh dari
Sulawesi Utara.
2.2 DEFINISI ANGKATAN PUJANGGA BARU
Angkatan Pujangga Baru disebut juga
Angkatan 33, karena majalah Pujangga Baroe diterbitkan pertama kali pada 29
Juli 1933 oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Armijin Pane, dan Sanusi
Pane.Pada masa itu, Belanda sangat membatasi karangan-karangan yang ditulis
oleh orang Indonesia.Karena banyak karangan yang diterbitkan sastrawan seperti Buya Hamka, Sutan Takdir
Alisyahbana dan Suman Hasibuan yang berbau politik nasionalis yang menimbulkan
semangat perjuangan untuk lepas dari penjajahan Belanda.Dan akhirnya mereka
secara diam-diam mendirikan sebuah partai politik dengan nama Pujangga Baroe.Karya karya mereka yang
berisi pendidikan telah mampu mencerdaskan masyarakat Indonesia.(www.blogsyariah.blogspot.com, diakses 25 Oktober 2012)
2.3 PERBEDAAN BALAI PUSTAKA DAN
PUJANGGA BARU
·
Segi Sejarah
Balai Pustaka : Pada 1908, Belanda mendirikan Balai Pustaka yang
berfungsi sebagai penyedia bacaan bagi rakyat.Awalnya Balai Pustaka disebut
dengan Commissie voor de Volkslectuur
atau komisi bacaan rakyat yang sudah ada sejak 1903.
·
Ciri
Khas
Dalam
setiap periodesasinya, sastra Indonesia memiliki masing-masing karakterisik
yang menjadi ciri khas periode tersebut.Berikut penjelasan tentang ciri khas
angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru.
Balai Pustaka : 1. Karya
sastra pada masa ini antara lain roman, cerpen, novel, drama dan puisi yang
menggantikan posisi gurindam, syair dan hikayat yang populer pada periode
Pujangga Lama dan sastra Melayu Lama.
2. Secara populer lebih sering menggunakan
bahasa Melayu Tinggi, bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.
3. Menceritakan tentang masalah-masalah sosial
yang terjadi di masyarakat.Seperti perjodohan, adat istiadat dan kehidupan
beragama.
4. Masih menggunakan perbandingan, pepatah
dan ungkapan yang umumnya mengambil cerita dari Minangkabau, karena pada masa
itu banyak pengarang yang muncul dari daerah tersebut.
5. Pengarang angkatan periode Balai Pustaka
antara lain : Buya Hamka, Suman Hasibuan, Marah Rusli, Muhammad Yamin, Merari
Siregar dan Rustam Effendi (Bapak Soneta Indonesia).
6. Sebagian besar sastrawan Angkatan Balai
Pustaka (Angkatan 20) lebih menyukai jenis puisi lama seperti pantun dan
syair.Hal ini berbeda dengan golongan muda pada masa itu yang lebih menyukai
puisi yang merupakan pancaran jiwa, jeritan hati dan jiwa mereka.
7. Puisi pada masa ini bersifat diktaktis
dan paling sering dalam bentuk syair dan pantun.
8. Karya sastra pada periode ini antara
lain : Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, Di Bawah Lindungan Kab’ah karya
HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Salah Asuhan karya Abdul Muis, Apa
Dayaku Karena Aku Perempuan karya Nur Sutan Iskandar dan Si Dul Anak Betawi
karya Aman Datuk Majoindo
9. Karya sastra yang paling terkenal adalah
Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.
Pujangga Baru : 1.
Lebih dinamis, individualistis dan tidak terikat pada tradisi.
2. Drama pada angkatan ini bersifat romantis
idealisme.
3. Puisi pada angkatan ini bersifat
nasionalisme, kebangsaan dan antikolonialisme. Tapi masih menggunakan
aturan-aturan lama dalam puisi seperti jumlah baris dan jenis-jenisnya seperti
terzina, quint, sektet dan septima.
4.Dipengaruhi angkatan 80 dari Belanda.
5. Genre yang paling diminati adalah puisi,
roman dan esai.
6. Masih menggunakan bahasa yang
indah-indah.
7. Karya sastra pada periode ini seperti : Rindu
Dendam karya J.E Tatengkeng, Buah Rindu karya Amir Hamzah, Mencari Pencuri Anak
Perawan karya Suman Hasibuan dan Sukreni Gadis Bali karya I Panji Trisna.
8. Karya sastra yang paling terkenal adalah
Layar Terkembang karangan Takdir Alisyahbana.
2.4
HASIL KARYA MASING – MASING ANGKATAN
Balai
Pustaka
“Abang
Hamid !” katanya.
Waktu
itu kelihatan nyata oleh saya mukanya merah, Nampak sangat gembira melihat
kedatangan saya.Baru sekali itu dan baru sesaat itu selama hidup saya melihat
mukanya demikian, yang tak bisa saya gambarkan dan tuturkan dengan susunan
kata, pendeknya wajah yang memberi saya pengharapan penuh.
“Bang
Hamid !’ katanya menyambung perkataannya.
“Sudah
lama benar Abang tak datang kemari, lupa Abang agaknya kepada kami!”
Gugup
saya hendak menjawab; saya pintar mengarang khayal dan angan-angan, tetapi bila
sampai di hadapannya saya menjadi seorang yang bodoh.
“Tidak,
Zainab,” jawabku dengan gugup; “Tapi bukankah kita sama-sama kematian?”
Seketika
itu mukanya kembali ditekurkannya menghadapi kakinya, tangannya berpegang ke
pinggir pintu, rambutnya yang halus menutupi sebagian keningnya dan sepatah
kata pun dia tak berbicara lagi.
“Zainab,”
kataku pula. “Sebentar tidaklah saya pernah lupa hendak datang kemari,
barangkali engkaulah agaknya yang lupa
kepadaku.”
Mendengar
itu ia tambah menekur, tak berani dia rupanya mengakat mukanya lagi, dan saya
pun gugup pula hendak menambah perkataan. Memang bodoh saya ini, dan pengecut!
(HAMKA, 2010:34)
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Rustam
Effendi
Bukan
beta bijak berperi,
Pandai
menggubah madahan syair,
Buka
beta budak Negeri,
Musti
menurut undangan mair,
Sarat-saraf
saya mungkiri,
Untai
rangkaian seloka lama,
Beta
buang beta singkiri,
Sebab
laguku menurut sukma.
Susah
sungguh saya sampaikan,
Degup-degupan
di dalam kalbu.
Lembah
laun lagu dengungan
Matnya
digamat rasaian waktu.
Sering
saya susah sesaat,
Sebab
madahan tidak nan datang
Sering
saya sulit menekat
Sebab
terkurang lukisan mamang.
Bukan
beta bijak berlagu
Dapat
melemah bingkaian pantun.
Bukan
beta berbuat baru,
Hanya
mendengar bisik alun.
Pujangga Baru
BUAH RINDU
Amir
Hamzah
Datanglah
engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita
Kicau murai tiada merdu
Pada beta bujang Melayu
Himbau pungguk tiada merindu
Dalam telingaku seperti dahulu
Tuhan ayuhai mega berarak
Yang meliputi dewangga raya
Berhentilah tuan di atas teratak
Anak Lengkat musyafir lata
Sesaat, sekejap mata beta berpesan
Padamu tuan aduhai awan
Arah menatah tuan berjalan
Di negeri manatah tuan bertahan ?
Sampaikan rinduku pada adinda
Bisikkan rayuan pada juita
Liputi lututnya muda kencana
Serupa beta memeluk dia
Ibu, konon jauh tanah selindung
Tempat gadis duduk berjuntai
Bonda, hajat hati memeluk gunung
Apatah daya tangan tak sampai
Elang, Rajawali burung angkasa
Turunglah tuan barang sementara
Beta bertanya sepatah kata
Adakah tuan melihat adinda ?
Mega telah kusapa
Margasatwa telah kutanya
Maut telah kupuja
Tetapi adinda manatah dia !
KEMBANG
SETENGAH JALAN
Armijn
Pane
Mejaku
hendak dihiasi
Kembang jauh dari gunung
Kau petik sekarangan kembang
Jauh jalan panas hari
Bunga layu setengah jalan
C. PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dari
penjelasan yang terdapat dalam bab sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa
meskipun rentang waktu antara angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru tidaklah
terlalu jauh, tapi terdapat cukup banyak perbedaan yang mendasari masing-masing
periode.Antara lain : pada periode Balai Pustaka cerita-ceritanya seputar
masalah perkawinan, harta dan kehidupan sosial masyarakat yang terjadi pada
saat itu.Mereka juga masih menggunakan bahasa perbandingan yang umum dipakai
pada angkatan Pujangga Lama.Hal ini berbeda pada periode Pujangga Baru yang
karangan-karangannya lebih dinamis dan bersifat persatuan dan antikolonialisme.
3.2
SARAN
Karena makalah ini merupakan tugas pertama saya yang
dalam pembuatannya tanpa menggunakan cara plagiarism yang pada masa SMA tidak saya
mengerti perbedaannya, maka kritik dan saran yang membangun sangat saya
perlukan demi perbaikan makalah ini dan kedepannya bagi saya.
DAFTAR RUJUKAN
·
Puisi Baru. Alisjahbana. - Jakarta : Dian
Rakyat, 2010. - Vol. XV.
·
Dibawah
Lindungan Ka'bah. HAMKA. - Jakarta : PT.Bulan Bintang, 2010. -
Vol. XXXI.
·
Ilmu Budaya
Dasar (kumpulan essay manusia dan budaya). Mustopo. - Surabaya :
Usaha Nasional, 1983.